08 January, 2010

Salam Ngemis

Reposting dari imel berantai di ofis. Entah dapet dari mana. Enjoy the article. ^_^

Simbah gak tahu, ini khas Jakarta saja atau di daerah lain berlaku sama. Yang jelas di tempat asal Simbah, model salam yang beginian tidaklah lazim didapati. Diawali dengan teriakan "Assalamu'alaikum" ... trus diakhiri dengan teriakan agak pelan "sedekahnya buu...".

Yang mbikin Simbah gerah adalah salamnya itu. Dari teriakan salamnya itu, konsekwensi image yang terbentuk nggak enak dibayangin.

1. Memberi kesan bahwa tukang ngemis itu mesti muslim. Meskipun sekaligus bisa juga positip tingking, bahwa yang suka bersedekah itu muslim. Tapi yang awal lebih mengena, karena pemberi salam adalah yang memulai.

2. Merendahkan nilai salam. Karena salam ini biasa digunakan sebagai preambule ngemis, maka setiap kali ada ucapan salam konotasinya ngemis. Pernah ada seorang guru ngaji bertamu dan ngucap salam, dijawab dari dalam oleh si empunya rumah... "maap aja pak..".

3. Si Pemberi salam asal lempar salam. Dia nggak tahu si empunya rumah ini orang kapir kures jahiliyah atau Budha atau Zarathustra ataukah bener-bener muslim. Padahal salam seperti ini khas untuk muslim saja.

4. Jawaban salam harusnya "Wa'alaikumsalam", tapi gara-gara penyelewengan ini jawabannya seringkali adalah "maap aja pak.." atau "maap aja buu...". Ini pelecehan... baik yang memulai maupun yang menjawab salam..

Simbah lebih suka melihat orang yang dengan gigih jualan makanan atau barang yang sebenarnya sepele dan harganya gak seberapa tapi dilakoni dengan sungguh-sungguh. Lihatlah orang yang jualan garam.. nilai total jualannya -meskipun naik sepeda dipenuhi garem sak hohah- tidak lebih dari 150 rebu ripis. Nilai yang sama yang harus dikeluarkan untuk njengking selama 2 jam di hotel berbintang 5. Tapi inilah justru Sang Pemberani. Berani melakoni hidup tanpa harus ngemis, nyebar salam palsu dari pintu ke pintu.

Bini simbah pernah beli krupuk yang rasanya ngudubilah setan alas..asiin ... seharga dua rebu ripis. Itu krupuk dibeli bukan karena rasanya... tapi lebih karena menghargai keberanian si penjualnya untuk menjauhi ngemis. Mengeluarkan seribu duaribu buat mereka lebih membanggakan hati daripada diberikan kepada pemuda berotot kekar yang bisanya paitan/modal abab, mbaca puisi .. ngeman methekole. Gur nggo medhen-medheni sing dijaluki duwit. Diberi mangatus mlotot, apalagi cepek... iso-iso mencothot.

Pariasi ngemis inipun tidak hanya merambah area 'salam' saja. Cobalah naik kereta api kelas ekonomi atau bisnis.
Seribu satu macem cara dipakai untuk merangkai jurus-jurus maut partai Kai Pang ini. Ada bapak-bapak jenggoten sangar nggendong bayi, ada embah-embah buta dituntun ibu-ibu kumal, ada yang ngesot kayak suster (loh..??) ada juga yang pakai jurus klasik dengan hanya berbekal 3 kata... "Bang, minta bang...!"

Selain pariasi, ada juga topeng atau kedoknya. Ada yang berkedok jadi tukang sapu, tukang sulak, ataupun tukang mbeliin tiket. Intinya ngemis. Bahkan ngamen pun dipake kedok juga. Ha wong ada yang bisu tapi nekat ngamen... simbah sampe melu ngenes...

Inilah yang mbikin Simbah kadang gak habis pikir sama orang-orang kaya negeri ini.
Ulang tahun bayi precil umur 3 tahun saja sampe habis anggaran 10 juta. Ngentertain pejabat magrok di resto cuma mak nyuk gitu aja habis 5 jutaan. Gek iki sing dipangan opo sate cocakrowo utowo semur tengkek urang po yo..?? Studi banding...hoeekhh.. ke monco negoro sak anak bojo, putu, ponakan, tonggo.. dikukut kabeh.. makan harta negara milyaran. Tambah koplo lagi kalo materi studi bandingnya tentang kemiskinan. Nyinau tentang kere kok ndadak tekan njaban rangkah lho..

Belum kaum hedonisnya. Pernah lihat harga-harga baju di Plaza paling terkenal di Indonesia? Harga sempak nya thok saja bisa nguripi keluarga pengemis sampai seminggu lebih. Harga dasinya bisa buat mborong sego kucing untuk 5 kesebelasan. Belum harga bajunya. Padahal bajunya itu kalo dipake tetep saja masih ngumbar aurot... ha kok malah muahalnya pol... duh Gusti paringono dahar..

Mangkanya kok pulo Jawa dan Sumantrah dihorog-horog terus. Rupa-rupanya untuk memaksa agar orang yang kaya mau berbagi tho...
Kuwi yen gelem.. Lha mau apa gak sih..??

No comments: